Finally, Graduation

Waktu seakan berjalan lambat. Langkahku tersendat menuju podium tempat para pemuka berdiri. Mereka siap dengan tugas mereka masing-masing: membacakan nama dan IPK, memindahkan jambul di toga, serta menyerahkan ijazah dengan map terbuka. Tak lupa sedikit pesan dari Ketua Jurusan, “Selamat, semoga ilmunya bermanfaat. Jangan pernah puas dengan ilmu yang telah dimiliki saat ini.” Aku tersenyum. Antara bangga dan gugup.

***

Bagi setiap mahasiswa, penantian terbesar mereka tentu saja pada saat wisuda. Sekian tahun berjuang, apa yang mereka perjuangkan hanyalah untuk sebuah pengukuhan dalam satu hari. Sekian rupiah telah digelontorkan untuk sekadar gelar di belakang nama. Begitu pula yang saya alami.

Sabtu lalu, tepatnya tanggal tiga Maret, penantian panjang saya berakhir sudah. Mengenang masa-masa persiapan wisuda, terkadang menimbulkan kegelian tersendiri. Betapa tidak, beberapa teman wanita saya tidak segan-segan menghabiskan uang hingga jutaan hanya untuk tampil cantik pada hari tersebut. Mulailah dari urusan membeli bahan kebaya, menjahit kebaya tersebut, sendal, tas tangan, hingga make up. Belum lagi memesan tempat untuk berfoto bersama keluarga.

Istimewa? Memang, hari tersebut hari yang istimewa. Namun, sayang rasanya jika segitu banyak uang dikeluarkan hanya untuk satu hari. “Apa urusanmu? Uang, uangku? Lagian, momen ini hanya terjadi sekali seumur hidup. Apa salahnya jika aku ingin tampil sempurna?” Demikian mungkin beberapa jawaban mereka.

Yah, saya tidak bermaksud ikut campur. Jika memang boleh berpendapat, maka itulah pendapat saya pribadi. Saya sendiri, cukup dengan kemeja yang disetrika rapi, celana yang dijahitkan saudara Mama, serta sepatu kulit rapi tersemir. Simpel bukan? Lagipula, bukan uanglah yang menjadi alasan saya berkomentar. Akan tetapi, gunjingan di mulut para wanita setelah melihat penampilan temannya yang lain yang membuat saya risih.

Kalau berdandan memang hanya untuk sekedar pamer atau mencemooh yang kurang bagus, saya beruntung dilahirkan menjadi laki-laki yang tidak perlu berdandan. Yah, biarlah semua kembali diri masing-masing saja.

Wisuda seharusnya memberikan kebahagiaan tak terkira bagi kita yang merasainya, bukan? Akan tetapi, entah kenapa saya merasakan sebaliknya. Bahagia yang saya rasakan hanya sekejap, setelah itu sedih yang mengiring. Bukan saya sedih karena mesti diwisuda dan lebih suka menjadi mahasiswa, bukan. Hanya saja, kenangan-kenangan manis yang mengekor sesudah saya diwisudalah yang membuat saya sedih.

Tiba-tiba semua kenangan berkelebatan dengan cepat. Masa-masa perjuangan membuat skripsi, menunggu dosen untuk bimbingan, ke luar kota untuk meminta tanda tangan, tertawa bersama teman-teman di depan jurusan, bahkan wejangan-wejangan yang pernah dosen-dosen sampaikan pun tiba-tiba membuat saya rindu. Sekali lagi, saya akan kehilangan.

Belum lagi masa-masa pencarian yang kini saya alami. Bukan pencarian teman hidup, tentunya. Tapi mencari pekerjaan untuk menyambung hidup. Perbedaan prinsip Mama dan saya kadang membuat saya bingung.

Mama lebih suka saya menjadi pegawai negeri. Menurutnya, dengan status tersebut, maka masa depan saya akan terjamin. Menerima gaji tiap bulan, tunjangan yang kan menambah pundi-pundi keuangan, serta masa tua yang terjaminlah alasannya.

Saya sendiri, entah kenapa tidak ingin menjadi pegawai negeri. Ketika menjadi pegawai negeri, maka saat itulah saya telah dikontrak seumur hidup menjadi abdi negara. Bukan berarti saya tidak mau berbakti pada negara dan orang tua saya sendiri, hanya saja saya tidak suka terikat.

Kapan lagi saya bisa menghabiskan waktu berpetualang menjelajah di tempat-tempat asing, mengelilingi situs-situs yang terabaikan, bertegur sapa dengan tiap orang yang saya jumpai, ataupun mengabadikan momen-momen yang saya temui di perjalanan? Meskipun tamatan pendidikan Bahasa Indonesia, entah kenapa saya lebih menyukai bidang sastra dan jurnalistiknya. Menceritakan apa yang saya alami ternyata lebih menarik dibanding membagi ilmu yang bermanfaat. Yah, ini memang masalah prinsip. Bukankah hidup memang memilih?

 

43 pemikiran pada “Finally, Graduation

  1. Akhirnya ada update juga disini Lung. Proficiat ya!! Van harte gefeliciteerd kalau bahasa Belandanya! hehehe 😛

    Sukses terus ke depannya!!

    Btw, iya tuh, waktu aku wisuda dulu juga yang cewe-cewe pada ribet gitu persiapannya. Untung aku dilahirkan sebagai laki-laki jadi lebih simpel dan nggak ribet ya, huahaha 😆

  2. ¤ HILAL ALIFI

    Entah, ya.
    Lulus kuliah itu memang satu dan tidak bisa dibandingkan dengan bertahun2 masa kuliah.
    Tapi terus terang saja, wisuda itu menyenangkan
    😀

  3. selamat abaaang sulung.. ayee.. akhirnya ya bergelar S.Pd.. dan akhirnya kembali posting
    emang enak ya jadi cowok itu, dandannya g perlu ribet, heheh
    jadi inget pas wisuda saya dulu

  4. Selamat sulung. Setuju. Sekarang saya kehilangan gimana serunya ngejar DP, tulisan dicoret2 penanda salah, perbaikan, salah lagi, begitu seterusnya. Capek memang, tapi, kalau sudah menerima ttd AAC rasanya senang banget.
    Sekarang, saya pun masih terbentur 2 pemahaman yang berbeda, antara saya dan orang tua saya.

  5. Selamat buat Mas Sulung Lahitani, S.Pd. Semoga bisa segera membagikan ilmunya kepada anak-anak Indonesia.
    Jangan galak-galak sama murid yaaaa, biar jadi guru paporit. 😀

  6. selamat yak lung.. atas wisudanya.. 🙂

    soal pakaian waktu wisuda, dulu aku bahkan gak mau diwisuda tapi ibu aku yg bersihkeras utk aku dtg wisuda dan berdandan.. katanya sudah ibu sekolahkan tinggi2 kenapa gak mau diwisuda? sekalian buat senang ibumu ini.. yakk.. akhirnya diwisuda dengan segala kebaya baru dan dandanan heboh deh..

    soal pegawai negeri aku juga jadi pns karena keinginan orang tua.. padahal aku pengennya ya seperti lo.. jalan2 dan ‘menikmati hidup’ tapi setelah aku jadi pns gak pernah menyesal kok.. lagian klo kita emang berpotensi.. banyak peluang beasiswa dan perjalanan dinas yg bisa diambil (terutama jika jadi PNS pusat) ambil kemenlu atau kem pariwisata 🙂

    just sharing seh.. bahwa menjadi pns itu bukan sesuatu yg kaku 😉

  7. jilbabnya mana???? katanya mau pake jilbab kemareeen *pembaca kecewa*

    Becandaaaa

    selamat ya Lung, akhirnya resmi sudah kau berganti status, jadi kapan bukunya terbit? *kan ceritanya sarjana sastra kerjanya nulis buku*

  8. akhirnya, wisuda juga…
    selamat ya bro…
    rasanya kemarin2 kita dipusingin ama yang namanya skripsi..
    hahahhahaha…

    udah lepas gelar mahasiswa, mengantongi gelar baru, dan sekarang selamat menempu hidup dalam dunia kerja… 😉

  9. Waaaahh baru wisuda juga? Sama dong, saya juga baru wisuda! Tanggal 29 Feb 2012 kemarin 🙂 hehehe
    Wisuda emang menyenangkan. Saya ga sampe ngeluarin uang segitu banyak loh. Hahaha *bangga. Kebaya pake aja yang ada di rumah, ga usah beli/bikin. Make up tinggal minta sama sepupu, simpel dan ga menor. Hehe
    Kenangan setelah wisuda yang paling membayangi. Terutama kebersamaan selama lebih dari 4 tahun sama temen-temen seperjuangan. Sampai sekarang saya masih suka sedih aja. Soalnya kan udah jarang banget ketemu sama temen-temen. Udah sibuk sama pekerjaannya (yang udah kerja) dan kegiatannya masing-masing *malah curcol :p

  10. Selamaaaaaat yaaaa! 😀

    Duh, saya ikut senang… 🙂

    Eh eh, kok nasib kita sama ya? Ibu saya juga menyuruh saya jadi PNS, tapi saya gak mau jadi PNS… 😦

  11. Ping-balik: Semester yang Berat « Catatannya Sulung

Tinggalkan Balasan ke gadgetboi Batalkan balasan