Dan kini ku tlah tertunduk melayu. Cobalah kau mengerti
Mengapa aku memilih melebur ketimbang terpekur
Memilih kutuk daripada busuk dipeluk
Beri aku tiga puluh detik, ‘tuk biarkan
Cintamu menggelitik, merayap di lorong-lorong luruh
Dan tinggalkan hatiku bergemuruh
Kusemaikan segenggam mimpi
Akan sepi yang tak berpenghuni
Agar kelak, hatimu lebih tajam dari aku
Yang melirih. Dan Tuhan pun ‘kan ikut merajuk
Membiarkanku diam dalam mabuk.
aaaah.. selalu suka tulisan2nya bang sulung
eh, jeruk2nya pada kemana nih?
kok malah jadi mbak2 galau2 gambarnya
hihi, bosen Mel. Jeruknya g bisa dimakan.
Biar nyegerin diri. Hoho
Maap ya Sulung, kalo sudah berkaitan dgn puisi, maka aku tak tau hendak berkata apa. Padahal dulu pas mata kuliah Telaah Puisi , nilaiku lumayan lo….. *lumayan ancur 😦 *
waha, g pa2 mbak
puisi itu kan suka-suka kita aja
haha… jangan mabuk dong 😀
mabuk karena cinta, mbak
haha 😀
puisi nya manis sekali 🙂
Kan ada madunya, mas
Goresan yang memiliki karsa yang mengena untuk menjadi sebuah perenungan.
Sukses selalu
Salam
Ejawantah’s Blog
Terima kasih sudah berkunjung, mas
salam persahabatan 🙂
nah loooohhhh… ketemu dengan bahasa puisi cinta hahaha
#jeruknya dijual kepasar ya mas?? he
sepertinya ada udang di balik jengkol… #eh
emmmm,mas bapaknya jualan rujak yaaa ? Kok tau ? Krna kau telah mengulek-ulek hatiku #eeeaaa..
Keren masbro :D..