Lagi-lagi kita terperangkap di sudut warung Mas Eko. Sepi yang menyengat biarkan kita duduk dalam diam. Aneh, tidak biasanya warung Mas Eko lengang begini. Kau berbisik padaku. Setelah itu, kau kembali mengunci rapat-rapat bibir ranummu. Aku tidak ambil pusing.
Lagi-lagi kita meminta pesanan yang sama. Pesanan yang telah berpuluh kali kita ulang, hingga menjadi kebiasaan. Satu gelas es cendol dengan durian tanpa emping kelapa untukku, serta segelas es cendol lengkap untukmu. Tidak ada yang berubah.
Aku mengenang masa pertama kali kita di sini sambil memperhatikan tiap gerakan Mas Eko. Waktu itu, cuaca Kota Padang yang membakar memaksa kita mencari pelepas dahaga. Dan warung es cendol Mas Eko ini lah pilihanmu. Rasanya seperti baru kemarin.
“Rasanya seperti baru kemarin, ya?” Suaramu mengagetkanku. Seolah kau bisa membaca pikiranku saja.
“Ternyata sudah empat tahun. Dan sebentar lagi kita akan melangkah sendiri-sendiri.”
Kau menoleh padaku. Bros jilbab yang kau kenakan berkilauan ditimpa cahaya matahari. Bersaing dengan matamu yang juga tampak bersinar. Kau tersenyum, tapi aku tahu ada kepedihan yang kau coba simpan rapat-rapat.
“Menurutmu, ketika kita sudah kerja nanti. Masih bisakah kita bertemu dan menghabiskan hari bersama? Bersama teman sekelas kita yang lain juga tentunya.”
Aku tidak menjawab. Membiarkan Mas Eko meletakkan dua gelas es cendol di depan kita. Mengamati titik air yang terbentuk di dinding gelas sembari menyusun kata-kata. Agak aneh rasanya kau bertanya seperti itu. Mengingat kau bukanlah tipe seseorang yang melankolis.
“Tentu saja.” Aku mengaduk gelasku, memasukkan sesendok cendol ke dalam mulut. Kesegaran serasa meruyak di mulutku. Menghapus kebas yang tercipta akibat kata-kataku barusan. Aku sendiri tidak terlalu yakin.
“Kau yakin? Waktu mampu melenakan kita, Ndi. Satu persatu, akibat kesibukan, kita akan semakin jarang berinteraksi dengan masa lalu. Aku pasti akan merindukan saat-saat kita bolos kuliah dan pergi ke pasar. Menggoda ibu-ibu penjual kue, mencicipi buah-buah yang ditawarkan sebagai contoh, dan berakhir dengan segelas es cendol. Seperti saat ini.”
Aku terdiam. Mengamati raut wajahmu. Matamu menerawang, menembus plastik terpal atap warung ini. Kemana pikiranmu melayang, Ka?
“Sebenarnya aku tidak suka perpisahan. Perpisahan tidak ada bedanya dengan candu. Menyusup dalam tiap tetes darah kita, mengalir di setiap alur nadi. Menyenangkan saat kita bisa merelakan perpisahan tersebut, lalu perlahan menyiksa kita. Menyiksa dengan kenangan yang berkelebatan.”
“Tapi bukankah di setiap pertemuan memang harus ada perpisahan. Itu hukum alam bukan?” Aku meneguk es cendolku. Sedari tadi kau tidak menyentuh gelasmu. Tidak biasa-biasanya.
“Perpisahan selalu diiringi dengan kenangan. Kenangan turut serta membawa bagian dari diri kita. Ketika perpisahan terjadi, maka seolah separuh diri kita pun dibawa pergi.”
Aku mulai paham ke arah mana pembicaraan ini. Bukannya aku tidak suka momen seperti ini. Kesempatan yang sempurna sebenarnya. Menggelitikku untuk mengatakan hal yang telah aku pendam sejak lama. Tapi aku tak bisa. Lidah ini rasanya kelu.
Hening mulai menyelusup di antara kita seperti hantu. Aku diam menunduk. Sementara kau menunggu pengakuan yang mungkin telah lama tampak gelagatnya. Waktu berlalu dan kau pun berdiri.
“Kau tahu, Ndi? Terkadang kita mesti menjadi pahlawan bagi diri sendiri dan mengambil kesempatan yang ada. Sebab kesempatan tidak datang berkali-kali. Sayangnya, kau bukan orang seperti itu.”
Kau meraih tas sandangmu dan berjalan ke luar warung. Aku memandangi punggungmu sembari meremas tangan. Inikah saatnya? Aku tak yakin, tapi jika tidak aku katakan sekarang entah kapan lagi aku berani jujur. Aku menghirup napas panjang.
“Ka…” Aku menelan ludah. Kau berhenti dan membalikkan badanmu. Menanti kata-kata dari mulutku. Kali ini, aku beranikan menatap matamu.
“Ka…”
“Ya?”
Angin berdesau membelai pipiku. Seolah memberi semangat. Aku berdiri, saking gugupnya hampir saja menjatuhkan gelas cendol di atas meja.
“Ka, kau belum membayar cendolmu. Dan kau masih punya utang cendol denganku.”
Kau terpana sedangkan Mas Eko mengikik geli di seberang sana.
image source: tumblr.com
rusakkkk semua imajinasinya begitu sampe di bagian
“Ka, kau belum membayar cendolmu. Dan kau masih punya utang cendol denganku.”
hahaha baguss sekali Lung! 😀
keromantisan yang gagal ya, mbak? 😀
habiahabisan ini gagalnya, hahahaha
wakakakakak….. iya Lung, great ending! ayo kumpulin cerpenmu sampai jadi 100 halaman, lalu submit ke nulisbuku.com!
waah, mesti 100 dulu ya mbak? hmm, berjuangg!! 😀
Ayo berjuang…..
Hahaha…
Kayaknya sudah sama-sama tahu tuh…
Bagian akhirnya bikin ngakak…
sama-sama nyimpen rasa, tapi rasa yg berbeda 😀
sudah asyik baca eh~
kau belum membayar cendolmu :p
hihi, mana utangmuuu??? 😀
capek bayar cendol mu…
malu-maluin aja…hoho
lu cangkok cendol! 😛
Ah,cendol yang malang(eh?) 🙂
cendol yang malang, jadi alasan perpisahan seseorang. hehe
mantap nih endingnya, haha
makasih, mas. hehe
huwaaaa…. endingnyaaaa lunggg… Mengesalkaaaannn bangetttt >.<
hahahhaa
hahahaha,endingnya capee dee?? 😀
ebuset,knpa endingnya begono bro ? knpa ? knpa ? #kebawa suasana..gue kira ithu mau nembak..ehh trnyta..huahaha..
gelagatnya ternyata mau minta utang ya? 😀
Awalnya sih oke ya, asik2 aja gue bacanya.
Tapi endingnya, yaelah bikin ngakak aja 😆
Itu sengaja gak bayar kan? Ayo, ngaku! 😆
awalnya menghanyutkan, endingnya ga tahan 😀
susah nahan ketawa baca endingnya
udah melow2 gitu kan baca dari atas
eh pas kelar …. bujuggg disuruh mbayar cendol tah
xixixi … keren deh endingnya, jarang2 niy 🙂
haha, cowoknya ga peka banget ya mbak? 😀
bukan ga peka lagi
tapi sungguh TERLALUUUUUUUUUUUUU!!!!
xixixi yg jadi cewenya bisa bunuh diri tuh hahaha
Endingnya juara banget nih.
Sukses bikin saya ngikik sendiri..
hehehe, makasih banyak mas Gie 🙂
Bacane wis serius padahal, wkwkwk…
Ternyata.
By the way, emping kelapa itu ada di cendol gitu?
Apaan tuh?
lho, belum pernah nyoba makan cendol yang pake emping kelapa gitu mangnya Na? enak, lho 🙂
endingnya menarik… bikin galak-galak…
mungkin hargo cendolnya mahal kali lung???
hahaha, sagalo maha kini Da 😀
wexwexwexwexwex
saya baca dengan serius ternyata bagian akhirnya seperti itu …. 🙄
ijinkan saya untuk ngakak sepuasnya ….
hahahaha …. dan selanjutnya …. 😀
silakan-silakan, hati-hati rahangnya lepas 😀
haduhhhh kirain mau ngomong paan, malah nagih utang huuuffhhh wkwkwkwkwk. . . .
sampe nahan napas bacanya ya, Gan? 😀
mpe laper malah hehehehe. . . .
Akhir yang antiklimaks sob 😆
hahaha, antiklimaks banget ya mas? 😀
wkwkwkwk …. ketipu, ketipu, ketipu …..endingnya keren sob, hahaha, #ketawa 9 hari 🙂
kasihan mulutnya mas, ketawa 9 hari 😀
Sulung rusak!
Antiklimaks maksimal!
hahaha, cowoknya yang rusak mas
sangat2 tidak peka 😀
Reblogged this on L.A.M.B.E.R.T.O.E.S and commented:
Ini adalah contoh gaya kepenulisan yang cerdas dari seorang blogger Sulung.
ending-nya keren Lung!!!! hahahaha 😆
hehehe, makasih Zil 🙂
mantap mas bro,..
tapi sayang, foto cendolnya mana?
jadi kangen pulang ke padang, 🙂
belum sempat ngambil foto cinduanya, da. Ntar wak kirim lah ke sana 😀
Juaraaaaaaa !
Sudah cocok bikin buku, segeraaaaa !
waaa, makasih2. saya masih perlu banyak belajar 🙂
pembawaan ceritanya bagus, endingnya jg kocak, btw jd pengen beli es cendol nih
kebetulan saya haus, dilebihin satu ya gan? 😀
Dasar anak kosan!!! nraktir cewek beli cendol aja ampe segitu banget itungannya!!!
wkwkwkkw…. GUUD…. itulah emansipasi!! cewek bayar makannya sendiri.
iya, gan
udah saatnya cewek yang bayar makanannya sendiri 😀
Keren, top markotop dah…
salam
salam persahabatan juga 🙂
hahaha… kasian sekali, kirain mau bilang apa.. ehh.. ternyata. jedeeerrrrr.. 😀
jederrr, kasian kali si cewek 😀
waduh mas,,lama gak kesini,mau baca-baca dulu disini.
keren2…
😀
membayangkan emping kelapa dalam cendol pasti enakkkkk 😀
segeerrr 😀
Gyahahahaha~ 😆
Saya suka ending-nyaaaa 😆
Itu merusak suasana banget.
Sulung, salam kenal ya..
aku suka tulisannya..
kirain si Ndi mau bilang sesuatu yg gimana gitu..
ternyata minta dibayarin cendol ya.. hadeeh…
btw,org Minang ya.. asik dong jago bikin rendang.. hehehe
salam kenal juga, mbak.
sebenarnya saya sering ke blog bu dokter, tapi cuma jadi silent reader saja. hehe
yang jago masak rendang biasanya yang cewek, mbak 😀
salam persahabatan & ukhuwah ya, mbak
Walah ternyata… 😆
wakakakakaka….. endingnya utang cendol. udah serius-serius, suruh bayar utang.. hahaha 😀 😀 :))
sumpah kampret banget ini cerita. hahahahaha…
adegan demi adegan udah disusun dengan rapih dan cantik.. eaaalaaaa endingnya bombastis.. hahaha
haha, belum sebagus tulisan kamu dek 🙂
ini lagi latihan biki FF bang,,.? *ngitungin jumlah kata*
ada kontes FF lho di Dunia pagi
enggak kok, Mel. iseng aja bikin tulisannya.
lagian lebih dari 500 kata nih
okeh, menuju TKP 🙂
Ping-balik: [K-Movie] Wedding Dress | Catatannya Sulung
keren 🙂
Plotnya hebat.. Cerita rada pendek yg hebat 🙂
hahaha… gokil dah.
Hahahaaha…
kirain mau ngomong apa gitu..
salam kenal yah