Jadi ceritanya beberapa hari belakangan ini tubuh saya kurang fit. Selain dilanda flu, hidung saya juga tak henti-hentinya berair, ditambah lagi kulit bagian perut saya merah-merah. Entah apa penyebabnya. Kalau dibilang alergi, perasaan selama ini saya tidak punya riwayat penyakit alergi. Kulit di bagian tersebut merah-merah dan gatel-gatel yang bikin pengen ngegaruk saja rasanya.
Badan yang kurang sehat tersebut mau tidak mau mempengaruhi mood saya selama di sekolah. Lha wong bangun tidur saja mood saya sering jelek, apalagi kalau lagi sakit. Saya bawaannya jadi gampang marah-marah dan emosian. Dan terkadang, emosi saya yang tidak terkendali menyebabkan terjadinya bentrokan antara tenaga pengajar (baca: guru) yang lain. Contohnya dengan dua orang guru di junior high school.
Pertama, dengan Miss A. Awalnya saya, Miss A, dan Miss W masuk ke Grade IX untuk mengumumkan perubahan jadwal full day yang biasanya. Full day ini semacam program belajar sore gitu. Berhubung sebentar lagi try out UN dan masih banyak materi yang belum diajarkan, makanya kami merasa perlu merevisi jadwal tersebut. Tentunya apabila siswa-siswa Grade IX sendiri menyetujuinya.
Awalnya Miss A yang berbicara, mengingatkan akan pentingnya mengulang pelajaran dan membahas soal-soal di rumah. Soalnya, kan ga bisa juga semuanya diserahkan ke guru-guru di sekolah. Nah, saat dia berbicara, saya menyela dan berkata “Seharusnya kalian meniru semangat orang Jepang sana,” sembari meniru gaya orang melipat lengan baju dan mengikat tali di kepala. Anak-anak tertawa melihat tingkah saya tersebut. Eh, tiba-tiba si Miss A ini berdiri dan pergi ke luar. Kami semua yang berada di ruangan tersebut jelas kaget.
Saya tahu kalau Miss A ini sepetinya marah karena merasa tidak dihargai. Maka saya pun pergi menemuinya untuk minta maaf dan mengajaknya untuk masuk kembali ke kelas. Eh, saat saya minta maaf, saya malah disemprotnya. Dia bilang kalau saya sengaja mengejeknya. Saya jelas tidak terima, wong saya hanya ingin menasihati siswa-siswa Grade IX untuk meniru daya juang orang Jepang, salah siswa-siswanya aja yang menganggap tingkah saya tersebut lucu. Niat saya minta maaf pun kandas, saya pergi menjauh darinya dan memilih diam. Sebenarnya, di sisi lain saya memang salah karena memotong pembicaraannya. Tapi saya tidak terima dibilang sengaja mengejeknya.
Dengan Miss B lain lagi ceritanya. Jadi di sekolah tempat saya mengajar siswa-siswa yang mengikuti program full day tersebut disediakan makan siang. Nah, bagi guru yang mengajar sore juga diperbolehkan makan asalkan semua siswa sudah makan. Jadi si Miss B ini nafsu makannya agak di atas rata-rata, sehingga kalau soal makan-memakan, dia nomor satu. Kami sih biasanya maklum dengan sifatnya, namun kemarin entah kenapa sifatnya tersebut membuat saya marah.
Ceritanya begini, saat anak-anak mengambil nasi, Miss B ini ikut-ikutan mengambil nasi untuk dirinya. Padahal belum semua anak mengambil nasi dan lagi sebenarnya Miss B itu piket hari itu dengan saya. Saya hanya mendiamkan ulahnya dan mengeluh waktu tahu ternyata nasi tidak ada lagi untuk para guru karena sudah habis oleh anak-anak. Ditambah lagi, saat itu kami kekurangan lauk buat makan siang. Sementara siswa yang piket mengambil lauk bilang lauk di dapur sudah tidak ada lagi. Saya yakin dia belum mencari ke seluruh dapur. Akhirnya saya mengalah dan pergi untuk mengambil lauk.
Sampai di ruang makan junior high school, belum juga saya meletakkan lauk tersebut, Miss B ini menyerobot mengambil lauk di dalam mangkok yang masih di tangan saya. Mata saya melotot. Saya masih mencoba untuk menahan kesabaran. Saya pun bertanya padanya, “are you full day, today, Miss?” Ya, jawabnya cuek. Kemudian, berhubung nasi tidak ada lagi, saya bertanya halus melihat nasi yang menggunung di piringnya. “Itu semua mau dimakan sendiri?” dengan maksud menyindir sekaligus berharap dia mau membagi nasinya yang banyak tersebut dengan guru yang lain. Eeeh, dia malah bilang “Ya iya lah.”
Ooooop, saya merasa ada satu syaraf saya yang putus waktu itu. Saya letakkan mangkok berisi lauk dan pergi ke ruangan office (TU) di depan. Salah seorang teman di office tersebut melihat tampang saya yang kusut dan bertanya ada apa? Saya pun menceritakan kejadiannya. Kebetulan di sana ada kindergarten teacher yang mendengar dan menyuruh saya mengambil nasi di kindergarten karena kebetulan nasi mereka masih banyak. Saya pun kembali ke junior high school, mengambil piring, kemudian kembali dengan piring berisi nasi sumbangan dari kindergarten.
Sembari makan, ternyata jiwa saya tetap tak tenang dan tak tentram. Saya pikir, lebih baik saya berbicara langsung dengannya agar ia mau mengubah sifatnya di lain hari. Saya bilang kepadanya, “Miss, jujur saya ga suka dengan sikap you tadi. Kan sudah perjanjian kita kalau guru itu makannya terakhir, ditambah lagi you langsung aja ngambil lauk yang udah capek-capek saya cari. Ga pake mikir kalau guru yang lain juga belum makan apa?”
Dia malah menjawab, “Kan biasanya kaya gitu ga apa-apa. Masa hal kecil kaya gitu dipermasalahkan?” (hal kecil itu yang seharusnya diubah, Misssss!!!) Setelah itu tiba-tiba saja dia menuangkan air sambil mencuci tangan di dalam piringnya yang masih berisi nasi. Ketika ditanya guru yang lain kenapa dibuang, eh dia malah bilang “Udah ga selera lagi!” Padahal tadi saya sampai mesti ngemis nyari nasi ke kindergarten, sekarang dia malah buang-buang nasi! Tambah naik darah lah saya jadinya. “Ya sudah, terserah lu!” Jawab saya tanpa memikirkan kalau dia lebih tua.
Seharusya mbok ya dia memikirkan umat manusia lain yang belum makan gitu, lho. Kita kan rekan kerja yang udah seperti keluarga. Jadi seharusnya senasib sepenanggungan, laper satu, laper semua. Atau minimal ketika kita kelaparan, ada lah tenggang rasa untuk berusaha mencari makananan. Namun kok sikap dia malah begitu? Saya benar-benar tidak habis pikir.
Namun, seperti apapun bentrok yang terjadi di antara kami, biasanya hal tersebut tak berlangsung lama. Contohnya masalah dengan Miss A tersebut, sekarang toh kami sudah tertawa-tawa bareng lagi. Begitu pula dengan Miss B, tadi pagi kami sudah saling membagi bekal masing-masing.
Yah, orang berumah tangga saja masih bisa bentrok, apalagi kami yang satu tempat bekerja, bukan? Justru cek-cok tersebut yang biasanya membuat kami semakin dekat karena semakin belajar untuk menghargai satu sama lainnya. Lha wong gurunya senantiasa mengajarkan siswa-siswanya untuk saling memaafkan, tidak mendendam, dan hidup bertenggang rasa, masa guru-gurunya sendiri justru bertengkar sampai mendendam.
Terkadang saya berpikir, itulah hikmah saya memilih bekerja terlebih dahulu dibanding langsung melanjutkan kuliah S2 seperti beberapa teman yang lain. Saya jadi banyak belajar bagaimana bersikap di tempat kerja, bergaul bersama rekan kerja, dan banyak hal lainnya. Pokoknya saya tidak menyesali pilihan saya ini.
Yah, begitulah. Bentrok dan cek-cok itu biasa terjadi. Namanya juga manusia ga ada yang sempurna. Kembali ke diri masing-masing saja, bagaimana cara kita menyikapi pertengkaran tersebut. Apakah menyelesaikannya dengan baik atau mesti membesar-besarkan masalah sampai berakhir dengan bunuh-bunuhan seperti yang sering kita lihat di televisi. Salam persahabatan.
Sumber gambar: http://jennyhansenauthor.files.wordpress.com/2011/08/fighting-kittens.jpg?w=300&h=225
tetep sabar ya…
semua pasti ada hikahnya kok ^^
Syukurlah sudah baikan. Memang capek menyimpan marah Mas. Semua orang sebaiknya memang menahan diri ya biar ga jadi rame….
iya, mas. saya selama masih bisa ditahan ya ditahan, tapi kalau udah kelewatan, ya diselesaikan masalah tsb
miss A lagi sensi kali uda sulung… 🙂
trus miss B kok arogan gtu ya….jadi ngeri juga kalo dpet masalah sama dia …..
btw miss A dan miss B apa gak baca blognya uda sulung ya? hee 🙂
hmm, setau saya sih ga, Uni. tapi kalaupun membaca, toh saya ga menjelek2an beliau 🙂
bener juga ya lung.
kalo ada masalah spt ini, diambil hikmahnya aja.
pasti ada yg bs dipelajari….
belajar untuk sama2 lbh menahan diri, unt lbh tenggang rasa dan…..kalo udah ya udah. maksudnya, kalo masalahnya udah lewat, ya ketawa2 bareng lagi… sharing bekal lagi, hehehe.
thanks for sharing 🙂
mungkin kalau mbak tyke lebih banyak pengalamannya soal berhadapan dg guru2 lainnya ya? 🙂
So far kayaknya aku blm pnh bentrok. Mgkn krn beda usianya jauh ya? Ngefek jg lho….
wah kalau saya mungkin susah untuk menangani situasi seperti itu, pasti kebawa emosi. 😕
syukurlah kalau masalahnya nggak diperpanjang…
iya, mas. ga enak juga, sama tempat kerja mesti gontok2an 😀
emang benar Lung, menahan diri lebih baik drpd diperbesar pertengkarannya
di setiap komunitas (termasuk tempat kerja) emang pasti ada aja orang2 yang begitu ya. ngeselin emang. tapi ya udah lah jangan dimasukin ati… yang penting udah negur ya udah ya…
iya, mas. dimana aja pasti terjadi, tergantung kita pandai2 menyelesaikan masalah tsb 🙂
Yang penting bisa mengambil hikmah dari peristiwa ini kan Lung. Yang namanya bentrok dan cek-cok pasti ada lah, dan manusiawi kan apabila pada suatu waktu kita menjadi emosi dan ‘meledak’ , walau setelah itu ya kita ‘menyesal’ karena telah ‘meledak’. Tapi ya nggak papa sih, ‘ledakan’ itu kan bisa berfungsi sebagai penyaluran emosi (daripada menimbun terus, malah nggak baik kan 😉 ) dan bisa dijadikan sarana pembelajaran dan refleksi diri, hehehe 😀 *ini komen serius amat 😛 *
sepakat, zil. soalnya kalau dipendam terus jg ga baik, dan ntar dia ga berubah2
Kalau sudah damai jadi lebih tenang ya Lung. Memang tidak nyaman berselisih dengan rekan kerja..
iya, mbak
soalnya mesti ketemu tiap hari 😀
Banyak orang, jadi banyak friksi ya…
Semoga Mister bisa berkembang menjadi lebih dewasa lagi… 🙂
kenapa Akin terinspirasi kisah friksi aku ya? hehe…
*lagi tergila-gila ama istilah friksao tuh….*
btw, saya sih cuma mo komen anak kucingnya yg tetep imut walau lagi berantem
syukurlah kalau dah baikan bang.. g asik marahan lama2..
Dalam bersosialisasi pasti sering terjadi hal seperti itu y…kita sering merasa tidK cocok..tp syukurlah antara bang sulung miss A dan missB sudah baikan itu jg ddemi kepentingan bersama…tetep semangat dalam mengajar y…
ya, mbak. sama2 bersemangat melanjutkan kembali pekerjaan 🙂
yah.. syukurlah kalo ternyata sudah kembali baik..
kalo ditempatku, perang dingin berkepanjangan *haizz*
waduh, kalau bs diselesaikan tuh 😦
susah lung.. diriku kaum minoritas.. yah, gitu lah..
untuk yang miss A, mungkin lagi sensi.
sedangkan untuk miss B, sekali waktu coba deh serobot makanannya. Terus kalau dia marah, katakan kalau begitulah yang orang lain rasakan saat makanannya diserobot. Tentu saja diniatkan bukan untuk balas dendam, hanya untuk menyadarkan.
mungkinkah lg datang bulan?? #eh
hahaha.. kesian.. pngen liat deh para pemerannya, termasuk pemeran utama yg tersiksa, cem mana reaksinya :))
salam
sifat orang emang beda beda ya mas, miss A agak terlalu sensi, namanya ngomong berdua di kelas ya gapapa dong sedikit memotong (kan niat omongannya sama). sabar mas apalagi badan kaga fit, dibiarkan saja
kurasa bertengkar itu tak masalah selama berakhir dengan cerdas.
yah begitulah gan manusia, watak dan sipatnya berbeda….
syukurlah kalau sudah berdamai kembali…
wah seru ceritanya Mas, #upppst
jadi ingat waktu di asrama dulu, gampang banget marah2an, sambil sedikit colek2 muka, tapi gak lama udah akuar lagi…
ha ha.. indahnya hidup sebagai mahluk sosial. Ada yang begini, ada yang begitu. Tak semuanya menyenangkan hati kita. Apapun itu, jika kita selalu berusaha positive, tentu ujung-ujungnya bisa kita lalui dengan baik..
puk puk puk beginilah kehidupan *edisi sok bijak*
Namanya ada di tempat kerja dengan banyak kepala dan isi pemikiran 🙂
Bentrok itu wajar asal jangan lama2. Syukurlah udah asyik lagi sama si Miss A ya
Waaahhh.. aneh juga ya lung sampe bisa bentrok gitu.. kalau di kantor aku hampir gak pernah aku denger ada temen sekantor yg bentrok..
Tapi waktu aku sekolah duli emang sering seh denger guru yg bentrok.. apa suasana di sekolah itu beda sehingga permasalahan bisa dateng yak? hmm..
kalau saya dalam posisi ini pasti dilema,,,
nice post…:)