
“Sepatu siapa ini!?”
Teman-temanku yang sedang asyik bermain, mendekat. Sejenak mereka terdiam lalu berkomentar.
“Ga tahu. Baru kali ini lihat.”
“Cuma sebelah, ya? Pasangannya mana?”
“Idih, udah jelek banget. Robek di mana-mana.”
“Kalau kaya gini, sih. Gratis pun ga ada yang mau.”
“Bau banget, ya? Eh, itu apaan di dekatnya?”
“Kok mirip daging busuk?”
“Wueh, jangan-jangan bau busuknya dari situ?”
“Sudah-sudah,” aku menghentikan ocehan teman-temanku. “biar aku cari pemiliknya!”
“Buat apa?”
“Kalau ada seseorang yang memakai sepatunya sampai sebutut ini, berarti benda ini amat berharga, bukan? Pemiliknya pasti begitu kehilangan sekarang.”
Teman-temanku terdiam dan memberiku jalan. Lalu seperti biasa, dari sudut mataku kulihat mereka berbisik bila aku melakukan sesuatu yang mereka anggap aneh.
***
Sudah mencari kemana-mana, namun aku tidak juga menemukan pemiliknya. Rata-rata pertanyaanku dijawab dengan gelengan. Aku duduk sebentar di pinggir jalan untuk menarik napas. Saat itulah seorang ibu muda menegurku.
“Sepatu itu, punyamukah?”
Memangnya kenapa?
“Aku mempunyai pasangan sepatu tersebut.”
Aku menatapnya dari atas hingga bawah. Buktikan!
Wajah ibu di hadapanku berubah sedih. Ia menghela napas berat kemudian duduk di sebelahku.
“Beberapa hari yang lalu, anak perempuanku kecelakaan. Sebuah truk melindasnya saat ia melintas. Kaki kanannya putus dan terlempar entah ke mana. Saat itu, ia memakai sepatu merah muda seperti itu.”
Perlahan, ia mengeluarkan sebuah sepatu butut lain dari kantong plastik hitam.
“Lihat, sama bukan? Sepatu ini sepatu kesayangan anakku. Ia selalu memakainya sampai sejelek ini. Kuharap, dengan menemukan pasangannya, anakku bisa lebih bahagia di sana. Jadi, maukah kau mengembalikan pasangan sepatunya? Kamu pernah kehilangan seorang anak?
“Walaupun belum pernah, kelak kamu pasti tahu bagaimana perasaanku. Kehilangan seorang anak adalah sebuah kesedihan yang tak ‘kan pernah berlalu. Tak akan.”
Aku tertunduk mendengar penuturannya. Meski aku belum pernah punya anak, tetapi dapat kurasakan penderitannya. Perlahan, kuletakkan sepatu tersebut di sebelahnya. Rona wajahnya berubah membiaskan kelegaan. Ia peluk kedua belah sepatu dengan erat. Aku tak ingin mengganggu kesenangannya. Kutinggalkan dirinya dalam diam.
Namun belum begitu jauh aku pergi, ibu muda itu berteriak.
“Terima kasih.”
Aku menoleh untuk terakhir kalinya. Kukibaskan ekorku pertanda turut senang dengan apa yang ia rasakan. Aku pun membalas ucapan terima kasihnya dengan gonggongan kecil.
“Guk!”
350 kata
Maaf aku komentar duluan. Selalu seperti ini penuh kejutan dan ending yg tak terduga. Kau baik sekali doggy :3
saya mah juga seneng ada pembaca setia 🙂
btw, junior. itu ada tulisan salah satu sahabat blogger yg punya ide sama tapi cerita berbeda. tentang sepatu yang hidup 🙂
Oh member MFF juga ya bang?
belum kayaknya. coba aja liat di berani cerita 12, yg namanya Sigit 🙂
doggy yg pinter… 🙂
Ending-nya keren banget Lung. Sungguh gak disangka ternyata si “aku” itu anjing, hehehe 🙂
So sad… Tp endingnya manis….
sedih bang bacanya,. dan terkejut banget pas di ending.. ternyata yang menemukan itu gukguk toh
Wuff wuff :3
good boy ^^
trus, daging busuknya gimana Lung?
Wah, ga ngira lho kalo ini doggy 😀
itu daging busuk maksudnya potongan kaki anak si ibu. kurang jelas ya, mbak?
jelas kok, cuma habis itu nggak diceritakan nasib daging busuknya ya?
hm, pengennya sih gitu mbak. tapi kalau ada 2 twist dlm 1 FF, saya takut salah satunya nanti malah ngejatuhin yg lain. sebaiknya gmn, y? 🙂
e tapi kan si ibu muda udah merelakan si anak yg kecelakaan. #ngeles
hiks 😦 😦
norak ihhh baca cerita pendek aja sampe mbrebes mili 😥
manisss banget endingnya pak guru
btw… apakabar? rindu aku kan pastii 😀
Waaa, mbak Titi. Akhirnya datang kembali di ranah perbloggeran. Hehe. Monggo dicicipi kue2nya 🙂
kalo aku jadi emaknya si anak pemilik sepatu sih, aku bakalan ambil itu sepatu tanpa mengajak tokoh ‘aku’ mengobrol atau minta izin dulu. 😉
Endingnya bagus ya. Timingnya pas banget jadi ledakannya kerasa sekali.
Good boy, good boy :3
Hehe,terharu bacanya..
tapi endingnya buat ketawa,ahahahahaha…
huwahh….ga ngeh kalo si aku ternyata doggie *jempol*
Walah Pak Guru, ceritamu kok selalu bagus sih… huh..
privatin dong!! :p
kerennyaa.. jempolan (y)
keren euyyy, selalu gk disangka…
uda, si ibu bertanya ke anjing kok gag pas yah.. setuju ma bang Riga, kalo aku jadi ibu langsung aku ambil 😀
etapi twistnya bagus, gag nyangka itu anjing
itu kan sebenarnya si guk2 lagi ngegigit sepatunya. tapi sengaja saya buat seolah2 ia seorang manusia yg lagi memegang sepatu. sebab kalau saya buat “aku menggigit sepatu” ntar twist nya kebongkar.
faktanya, ga semua orang berani langsung ambil barang yang lagi digigit anjing kan? makanya di ceritanya seolah2 si ibu bertanya terlebih dahulu. 🙂
weleh! anjing
Ada juga yg berkisah ttg hewan, sob! Tapi kucing, udah baca kan yg punya fauzi?
Btw, overallisguk eh gud! 😉
si doggy ternyata pintar juga mau cari si pemiliknya sepatu itu siapa 🙂
eh gukguk ternyata sipembawa sebelah sepatu.. jadi tuh ibu omong sama gukguk ya.. kisah yang sendu..
Wah, ndak nyangka kalau ternyata yang nemukan anjing
gak nyangka kalo km ‘guk2’ hehe …
Mantap…
SIP….