
Sudir termenung di depan kontrakan. Gelas berisi kopi yang sedari tadi dipegang, hanya tinggal ampas. Matanya kosong mengingat percakapan lampau.
“Jangankan beras, beli gula saja uang tak ada. Kalau tetap ingin mengopi, kubuatkan tanpa gula ya?”
“Buatlah. Daripada lidahku sepat.”
“Makanya, cari kerja lain Da. Setia kali dimandori Pak Lambau.”
Tadi pagi, Siti membuatkannya kopi.
“Mungkin, ini kopi tanpa gula terakhir.”
Sudir girang. Dapat pinjaman lagi?
Kini kegembiraannya lesap. Lembaran uang di atas meja hanya dilirik tanpa minat. Ia teguk ampas kopi dalam gelas. Pahit. Seperti suara rintihan istrinya yang ia dengar di kamar, ditimpal suara lain. Suara Pak Lambau.
100 kata
kopi paik sagalaih lai lung… heheheh
Astaga… demi gula T.T
kok demi gula sih, bu dok. sebenarnya ya demi uang. hehe
Ehehehe itu kan implisit, Pak Guru :p
manisnya gula, pahitnya hatiku 😆 (batin suamine)
Astaga! Pahit beuds!