
Biasa hening, sebuah rumah tua mendadak bising. Beberapa hari belakang, seorang perempuan mengisi satu sudut kumuh rumah tua tersebut.
Rambutnya masai. Meski berlumur daki, parasnya dulu sungguhnya cantik. Namun matanya, duh, berkobar api siap membakar. Dia sibuk menenangkan bayinya yang menangis.
“Ssh.. Ssh.. Diamlah, Nak,” bisiknya sabar ke telinga bayi.
Sembari menggendong bayi, tangan lainnya membuka air mineral. Diangsurkannya ke mulut bayi yang mengeak. Payudaranya telah lama tak berair, kering tak bersusu. Kelar melepas dahaga, diangkatnya bayi menghadap foto usang lelaki yang ditempel di dinding.
“Ingatlah wajah itu, Nak. Kelak jika kau dewasa, temukan dia. Habisi dia. Karena namamu, Dendam.”
100 Kata
Tema: Bayi
Keren, Pak Guru… Huaaaah.. diksinya oke sekaliii…
aaakk, dipuji mas host
Keren, kirain tadi bakal ada pertumpahan darah, :), keren
makasih, mbak Rosa 🙂
Wohoho
ceritamu kok sadis sadis lung.. tapi diksi kalimatmu keren ini..
aku ga tau, kalau ada ide, pasti kepikiran hasilnya gelap aja
nggak ada komplain. apik!
nuhun, mbak 🙂
Benulll diksinya kereeen 🙂
makasih, mbbaaaak
Suka diksinya #Ngekor, judulnya Hiperbola 🙂
judulnya semacam kurang nyambung -____- (lagi2 judul)
EYD, Lung… EYD. :p >> ..diamlah, Nak.” Bisiknya….
🙂
lho, itu bukan lanjutan bang. emang dipisah dengan bunyi itu.
setelah “Nak” bukannya harus pakai tanda koma? lalu setelah tanda petik ganda harusnya huruf B kata “bisiknya” dimulai dengan huruf kecil? *cmiiw 🙂
ee, iyaaa… *tersipuh-sipuh*
😉
Sereemmm,…