
“Surga di bawah kaki ibu.”
Aku mencibir. Entah kali ke berapa guruku mengulang kalimat tersebut. Mengingat kelakuan ibu, ingin rasanya mengacung tangan protes. Ibu kerap pulang larut sambil memeluk pria berbeda. Tubuhnya, uh, bau minuman keras campur rokok. Tempeleng kerap singgah bila telat membuka pintu.
Malamnya, kuputuskan mengiris telapak kaki ibu. Menguak untuk membuktikan kebenaran. Wajahku malah ditampar hawa panas. Bara api meloncat ingin bebas. Gegas kujahit kembali.
Aku berpikir, jika tak bisa menyucikan ibu, cukuplah kakinya.
Aku mengambil ember, membasuh kaki ibu dengan bening air. Kulap sisa air. Lalu perlahan mengiris kaki ibu. Tak ingin kaki tersebut kembali ternoda.
100 Kata. Tema: Absurditas
Kalau motong kaki ibu kan masih masuk akal bisa beneran dilakukan lung. Lha absurdnya di mana?
absurdnya? ada neraka di balik telapak kaki ibu 🙂
kaki ibu indah sekali ya… pasti ibunya cantik 😛
fiksinya Uda ngilu-ngilu, ya .
Ini memang dibuat hanya 100 kata ya? Sepertinya kalau ada kelanjutannya bisa lebih sampai pesannya. Hehehe. *cuma ikut komen*
Ada neraka ya di kaki ibunya?
ibunya nggak kegelian kakinya dibeset ya, Lung? :p
tunggu dulu, itu kakai kiri apa kaki kanan yang ada apinya? coba iris kaki yang sebela lagi deh, kali aja yang pertama salah….
wah…
semakin suram fiksinya nih…