“Postingan ini diikutsertakan dalam Kontes Dear Pahlawanku yang diselenggarakan oleh Lozz, Iyha dan Puteri.”
Sponsored by :
Blogcamp|LittleOstore|Tuptoday|Lozzcorner|Rumahtramoiey
Padang, 12 November 2011
Yang Terhormat Bapak H. Deddy Mizwar
di
Tempat
Assalammu’alaikum Wr. Wb.
Sebelumnya saya minta maaf karena telah lancang menulis surat untuk Bapak. Mungkin Bapak kenal pun tidak dengan saya. Saya hanyalah satu dari sekian banyak orang yang mengagumi sosok Bapak. Ada alasan tersendiri kenapa saya menulis surat untuk Bapak. Saya sedang mengikuti kontes menulis surat untuk seseorang yang dianggap pahlawan dan di benak saya, Bapaklah orang yang tepat untuk saya kirimi surat.
Pasti Bapak heran, kenapa saya menganggap Bapak pahlawan? Bagi saya, pahlawan tidak harus seseorang yang pernah memanggul senjata dan berjuang di medan perang; pahlawan bukanlah seseorang yang di kemejanya terpampang tanda jasa; pahlawan bukanlah seseorang yang namanya diabadikan sebagai pahlawan nasional. Tidak, konsep pengertian pahlawan untuk saya berbeda Pak.
Bagi saya, pahlawan adalah seseorang yang peduli dengan bangsanya dan kepeduliannya tersebut menjelma dalam karya-karyanya. Pahlawan adalah seseorang yang peka terhadap rintihan rakyat dan tidak hanya ongkang-ongkang kaki keenakan di atas sana. Pahlawan adalah seseorang yang berbuat sesuatu untuk bangsanya dan tidak hanya berkoar-koar mengeluh negeri ini bobrok.
Awal kekaguman saya muncul saat melihat aksi Bapak di film Kiamat Sudah Dekat (2003). Waktu itu, film Bapak ibarat setetes embun penyejuk di tengah kegersangan film mendidik. Memang, perfilman Indonesia mulai bergeliat sejak tahun 2000-an, tapi sedihnya kok film-film sarat pornografi yang banyak beredar ya Pak? Sudahlah zaman semakin gila, film-film yang ada pun tidak layak tonton. Film-film yang ada seperti menjual tubuh dibanding ide cerita saja.
Mata saya berkaca-kaca saat melihat akting Bapak di Naga Bonar Jadi 2 (2007), Pak. Di film tersebut, Bapak menyadarkan saya akan pahlawan-pahlawan yang terlupakan. Hati saya memiuh saat melihat Bapak berkata kepada patung Jenderal Sudirman,
“Engkau hormat kepada siapa? Turunkan tanganmu itu!”
Kemudian Bapak menggoyang-goyangkan patung Jenderal Sudirman karena ia tidak juga mau menurunkan tangannya. Ulah Bapak tersebut malah dianggap gila oleh beberapa orang. Namun saya bisa memahami maksud Bapak, tentu Nagabonar merasa sedih melihat Jenderal Sudirman mesti hormat kepada kaum Kapitalis yang menguasai Jakarta. Mereka tidak berjuang, tetapi kenapa mereka mendapat kehormatan dimana-mana? Apakah kehormatan dan jasa seseorang diukur dari uang yang mereka miliki?
Rasanya bahagia ketika saya akhirnya memiliki kesempatan melihat Bapak dari dekat. Rabu 10 November 2011 lalu, Bapak berkenan hadir ke kampus saya. Bapak mampir ke Universitas Negeri Padang untuk acara bedah film Alangkah Lucunya Negeri Ini (2010). Seperti tidak percaya, seseorang yang saya kagumi akhirnya bisa saya lihat dari dekat. Meski tanpa berfoto dengan Bapak, melihat dari jauh saja rasanya sudah cukup.
Setelah pemutaran film Alangkah Lucunya Negeri Ini, Bapak menunjukkan sebuah kalimat undang-undang yang berbunyi, “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.” Menurut Bapak, seharusnya undang-undang tersebut direvisi. Bukankah pengertian dipelihara dapat berarti dikembang biakan? Dengan demikian sama saja berarti negara justru mengembang biakan fakir miskin dan anak-anak terlantar. Pantas saja orang-orang miskin semakin banyak, sebab negara tidak bertanggung jawab terhadap mereka. Negara justru memelihara mereka.
Saya tergelitik setelah menonton film Alangkah Lucunya Negeri Ini, Pak. Betapa film tersebut benar-benar menunjukkan realitas yang ada. Banyak anak-anak yang terpaksa tidak bisa mengenyam bangku pendidikan dikarenakan kemiskinan mereka. Tidak heran, mereka kemudian menjadi pencopet ataupun melakukan perbuatan buruk lainnya. Ketika mereka ingin bekerja yang halal, semisal mengasong. Justru negaralah yang menjadi batu sandungan mereka. Regulasi yang dikeluarkan pemerintah tentang ketertiban umum menjadi momok bagi mereka.
Adapun anak negeri yang beruntung mengecap jenjang pendidikan, toh akhirnya mereka menjadi pengangguran juga. Lapangan pekerjaan yang ada jumlahnya tidak mencukupi untuk tenaga kerja. Pengangguran pun menjadi label mereka setelah tamat dari perguruan tinggi. Tidak heran Bapak bertanya di dalam film tersebut,
“Pendidikan itu penting atau tidak penting?”
Belum lagi masalah koruptor yang sepertinya dimanja di negeri ini. Mereka yang mencuri uang bermilyar-milyar dari rakyat, justru hanya dihukum sebentar. Sedangkan seorang rakyat jelata yang kelaparan dan mencuri ayam tetangga, malahan dihukum begitu berat. Tercecer dimana keadilan di negeri ini? Ya, koruptorlah yang seharusnya dihukum berat dan mendapat dosa paling besar dari Tuhan. Karena ulah mereka, jutaan rakyat kelaparan. Akibat tindakan mereka, jutaan anak tidak bisa menikmati pendidikan dan terpaksa menjadi pencopet. Disebabkan kerja mereka, orang-orang menjadi penjahat dan pencuri.
Ah, sepertinya terlalu banyak masalah di negeri yang kita sebut Indonesia ini ya, Pak? Untungnya tidak semua orang menutup mata akan kenyataan yang ada. Ada beberapa orang yang berusaha menyadarkan masyarakat yang terlena karena dibodohi pemimpin melalui karya-karyanya. Salah satunya itu Bapak sendiri. Di film-film yang Bapak sutradarai sendiri saya seakan-akan ditampar. Disadarkan akan banyak hal yang tidak saya ketahui dari negeri ini, namun benar-benar terjadi di negeri ini. Semoga saja Bapak tidak bosan berkarya ke depannya. Sebab kami butuh film-film mendidik. Bukan film-film yang menjual tubuh wanita. Bukan film yang mengejar keuntungan semata. Terima kasih atas usaha Bapak memproduksi film-film bermutu selama ini, Pak.
Dari Pencinta Film
Sulung Lahitani Mardinata
* * *
“Film merupakan refleksi akan realitas yang ada pada sebuah masyarakat. Baik-buruknya realitas yang mengejawantah dalam film tersebut. Begitulah realitas yang ada sebenarnya.”
Wa? Nonton NagaBonar berkaca-kaca mas? Huihihihi~
Oh ya aku tunggu alamatmu ya mass 🙂
ahahah, saya orangnya memang gampang terharu mbak. hoho
sudah dikirim. terima kasih 🙂
Keren!! seperti tulisan2 mas Sulung yg lain saya sll berdecak akan kalimat2 yg mengalir. Dan surat ini mampu mewakili kekaguman saya kepada Sutradara senior kebanggaan Indonesia ini, andai Indonesia memiliki banyak org2 sehebat beliau (dlm ranah perfilman)… Salam kenal mas..sukses jg utk kontesnya.
aduh, terima kasih banyak atas pujiannya Mas *tersipuMalu
karena saya suka nonton, makanya saya memilih beliau sebagai pahlawan. hehe
salam kenal juga, mas
terima kasih sudah berkunjung 🙂
wah..saya selalu suka dengan filmnya om Deddy…
apalagi alangkah lucunya..benar-benar mendidik..
menjadi oase di tengah dahaga akan film-film yang mendidik…
salam..
sukses yah untuk kontesnya..
sama, mas. saya pengagum beliau
terima kasih, mas 🙂
terima kasih, mas.
saya penggeamr beliau soalnya. hehe
Benar sekali, sosok pahlawan di jaman sekarang gak identik dengan senjata, perang dan sudah meninggal. Ia bisa ada di mana saja bahkan di dalam lingkungan keluarga kita sendiri.
Ibu saya pahlawan saya 🙂
kalau mengacu pada kurikulum yg ada sekarang… pendidikan kita gag penting kang menurut saiia ;(
sudah g sesuai dg perkembangan zaman atau bagaimana, mas?
konsep kepahlawanan itu memang berbeda seiring waktu yang terus berjalan dan ‘baju’ kepahlawanan mereka pun tidak sama dengan jaman sekarang….!
sukses ya ngontesnya 😀
benar sekali, mas
terima kasih bnyk 🙂
Indonesia saat ini memang banyak masalah. tapi kita harus optimis bahwa pasti indonesia bisa bangkit..
semoga secepatnya membaik mas
bener banget, setiap orang bisa menjadi pahlawan ya Lung sebenarnya; dengan caranya sendiri-sendiri tentunya 🙂 Para sinematografi yang “bener” pasti merasa bingung dan geleng-geleng kepala juga akan kondisi perfilman Indonesia saat ini, hmmm.
hehe, spakat Zil
kita butuh sinematografi yang bener2 berkarya dengan hati 🙂
Kmrn udah komen tp gak ke submit kyknya 😦
Anyway, itu gambar pecahan uang seratus ribuan-nya ngena bgt deh. As if mereka mnutup wajah krn pusing dan malu mlihat kondisi indonesia skrg ini.
hehe, gambarnya juga dapat dr mbah google, mbak
Waaahh makin banyak.neh jenis2 pahlawan di blog.. pahlawan aku siapa yak? hehehe
siapa tahu mbak juga pahlawan? hehe
aaah, saya juga suka karya-karya om dedi 😀
Pendidikan itu penting, kurikulumnya yang salah *ups..
Great post, saya juga suka karya-karya Om Dedi 😉
Eeehh, ini toh yang juara di tempat Una… minta tanda-tangan dunk
He,,he,,,he,,, salam kenal kawan.
Om Dedy Mizwar emang te-o-pe-be-ge-te
Sukses iiaa….
yupz.. Om Dedy merupakan sineas sejati.. tak jua mengejar materi dalam fimnya, tapi juga menyampaikan banyak pesan moral di dalam film-filmnya..
matur nuwun mas Sulung.. sudah berpartisipasi di gelaran kami 🙂
sepakat sulung, aku juga suka dedi mizwar. dan karya2nya amat bagus dan real sekali. makasih ya sulung dah ikutan dearpahlawanku.
“pendidikan itu penting karena dengan pendidikan itu kita jadi tau bahwa pendidikan itu tidak penting, yang penting adalah terus belajar”
klo g salah ini yang di katakan bapak deddy mizwar wkt itu…
Pahlawan di jaman modern harus berjuang dengan cara yang modern pula, dan Deddy Mizwar membuktikannya… salute untuk beliau, sang pahlawan.
lengkap, memotret pahlawan dari sisi yang berbeda dan isi surat ini berwarna namun tidak meninggalkan tema.. pas mantab…!!
-artikel sedang dinilai-