Mual, itulah yang kurasakan saat ini. Entah penyakit apa yang menyerangku, hanya saja dari kemarin badan ini rasanya tidak bersahabat. Saat-saat seperti ini, aku jadi ingat pada Mamaku. Kalau sedang sakit, aku memang agak manja. Tapi apa daya, saat ini aku di kos hanya sendirian.
Meskipun aku anak laki-laki, tapi aku cukup dekat dengan Mamaku. Kami sudah terbiasa berbagi cerita dan kisah. Mama sering bercerita tentang kehidupan agar aku tidak kaget ketika hidup begitu kejam kepadaku. Mama juga selalu mengajarkan padaku nilai-nilai kebenaran. Itu semua dilakukannya agar anaknya tida tersesat dalam mengarungi hidup yang tidak pasti.
Aku jadi ingat sewaktu kecil dulu. Mama juga mengajarkanku tentang arti kejujuran. Waktu itu, kami baru saja pindah ke kampung. Sebagaimana yang pernah aku ceritakan di sini, kami pindah ke kampung karena terpaksa. Kami memulai semuanya dari awal. Tidak heran, Mama mesti pandai-pandai mengatur pengeluaran dan pemasukan. Contohnya dengan berjualan kecil-kecilan di depan rumah.
Di sisi lain, aku merupakan seorang anak yang haus akan bacaan. Lancar membaca sejak TK memberi kesusahan lain kepadaku ketika beranjak dewasa. Aku seperti tidak puas-puasnya akan sesuatu yang kubaca. Bahkan saat makan pun aku mesti sambil membaca! Dari majalah, komik, novel, buku ilmiah, sampai kertas pembungkus cabai pun lahap kubaca. Aku tidak pernah memilih-milih bacaan.
Ketika pindah ke kampung, otomatis aku mengalami kesulitan dalam memenuhi hasrat membacaku. Di kampung, tentu saja susah untuk menemukan bahan bacaan. Untungnya aku mempunyai kakak kelas yang baik hati. Ia dengan ikhlas meminjamkan buku bacaan kepadaku.
Ketika menginjak bangku SMP, aku memilih untuk sekolah di kota dan tinggal jauh dari Mama. Itu semua aku lakukan karena aku ingin mendapatkan pengajaran yang lebih berkualitas dibandingkan mesti sekolah di kampung. Saat itulah aku baru tahu kalau di kota ada banyak toko buku dengan bacaan yang menarik. Hasrat membacaku kembali bergelora. Tak puas rasanya hanya membaca di perpustakaan sekolah atau meminjam buku seseorang. Aku juga ingin memiliki buku untuk kukoleksi.
Tapi bagaimana? Untuk uang jajan saja aku sudah pas-pasan. Meminta uang lebih pun pada Mama rasanya tidak tega. Keinginan untuk mempunyai buku bacaan membuatku buta. Buta bahwa mencuri itu dilarang, meskipun uang orang tua kita sendiri. Aku diam-diam mengambil uang hasil jualan dari warung kecil-kecilan di depan rumah.
Saat aku mengambil uang tersebut, jujur saja aku merasa takut sekali. Di satu sisi, hatiku berontak. Tapi di sisi lain, aku benar-benar ingin membeli buku untuk dibaca dan kumiliki. Namun waktu itu setan memenangkan pertarungan hati dengan berkata, “Itukan duit orang tuamu. Kalau seperti itu bukan mencuri namanya!”
Aksi pertama yang berjalan mulus, membuatku tergoda untuk melakukannya lagi. Jadilah jika pulang kampung, aku mengambil uang Mama sedikit untuk membeli buku bacaan. Sepandai-pandainya seseorang menyimpan bangkai, suatu waktu kan tercium jua bau busuknya. Mama mulai curiga. Selain karena uang penjualan yang tidak sesuai dengan hitungan, ia juga menemukan buku-buku bacaan yang kubeli di kamarku. Saat kepulanganku berikutnya, Mama menginterogasiku. Ia bertanya kepadaku buku-buku tersebut milik siapa?
Ada yang bilang kalau sebuah dusta akan menuntun kita untuk melakukan dusta-dusta berikutnya. Kurasa hal tersebut ada benarnya. Aku yang ketakutan malah mengatakan kalau buku tersebut milik kakak kelas yang satu kampung denganku. Namun Mama tidak bodoh. Ia mencegat kakak kelas yang kusebut saat naik motor sambil membawa barang bukti. Ia tanyakan apa benar buku-buku tersebut miliknya? Tentu saja si kakak kelas bilang tidak. Mama murka.
Mama mencampakkan buku-buku di hadapanku. Ia berteriak meminta kejujuranku. Aku pun tak kuasa berbohong terlalu lama. Aku menangis sambil berkata kalau buku itu memang bukuku dan uangnya kudapat dari mengambil uang di laci warung. Mama terdiam. Kata-katanya berikutnya terngiang di telingaku sampai saat ini.
“Kita memang tidak berpunya, tapi tidak ada dalam sejarah keluarga kita yang menjadi pencuri. Kalau masih kecil saja abang sudah belajar mencuri, sudah besar mau jadi apa? Setinggi apapun ilmu yang abang miliki tanpa kejujuran, sama saja omong kosong. Sebab kejujuranlah yang akan membawa seseorang selamat dunia akhirat.”
Waktu itu raut wajah Mama tampak bercampur aduk antara kecewa, sedih, marah, dan tidak percaya di dustai anaknya sendiri. Bagi Mama, dusta adalah kejahatan terbesar. Seseorang yang mendustainya sama saja sudah menganggap dirinya bodoh karena bisa didustai. “Padahal kalau benar-benar ingin punya buku bacaan, pasti Mama akan belikan jika abang minta,” lanjutnya.
Secara tidak langsung, aku telah menaburkan garam di luka Mama. Luka tersebut bukannya sembuh, tentu saja malah memerih. Mama pun menyiram buku-buku yang kupunya dengan minyak tanah. Kemudian melemparkan korek api ke buku-buku tersebut. Api langsung membakar hangus buku-buku yang kubeli dengan mendustai Mama. Aku hanya bisa melihat kejadian tersebut dengan tidak percaya.
“Ini pelajaran buat abang bahwa tidak ada dusta yang membawa keuntungan selamanya. Camkan itu!”
Mama lalu pergi ke kamar. Isak tangisnya terdengar hingga keluar. Aku merasa bersalah. Aku telah mengucurkan air mata dari seorang malaikat yang merawatku sejak kecil. Aku telah melukai hatinya. Sambil memadamkan api agar tidak menyebar, aku berjanji untuk tidak mengulang kesalahan yang sama. Aku berjanji untuk berkata jujur sebagaimana nasihat Mama.
Sampai saat ini, aku masih memegang teguh nasihat Mama tersebut. Tidak jarang keadaan menggodaku untuk berbuat kebodohan itu lagi. Untungnya aku senantiasa bisa menahan diri jika teringat isak tangis Mama waktu itu. Dimana saja aku berada, meskipun ada uang seseorang tergeletak di dekatku, aku tidak pernah mengambilnya.
Aku pernah menemukan sebuah dompet di toilet yang sarat akan uang. Orang lain mungkin akan mengambilnya, tapi aku langsung melaporkan dompet tersebut pada pihak yang berwajib. Dan saat kuliah pun, ketika aku menjadi ketua panitia dan mesti memegang uang berjuta-juta, nasihat Mama itulah yang menjadi bentengku dari berbuat tidak jujur. Begitulah, dusta pertamaku pada Mama membuatku mengerti tentang arti kejujuran. Memang, ada yang mengatakan kalau orang jujur itu sudah langka saat ini. Namun bukankah tidak salahnya jika aku berusaha menjadi salah satu dari yang langka tersebut?
* * *
Tulisan ini diikutsertakan dalam Kontes Pengalaman Pertama yang diadakan oleh Mbak Sitti Rasuna Wibawa.
aduh,, mel juga mau jadi makhluk langka, eh salah, orang langka tersebut 😀
Wahaha, ayuuu Mel. Menjadi orang langka. Biar bisa dimuseumkan. *eh?
kemarin Mas Mabruri ganti gravatar, bang sulun sekarang juga..
keren loh bang gravatarnya 😀
bang sulung sudah sembuh kah?
Hihi, itu diambil waktu main ke pantai Mel.
Alhamdulillah, udah baikan. Kayaknya gara2 banyak begadang, makanya daya tahan tubuh jadi lemah. Hehe
intinya emang nggak boleh bohong yah.. kalo bohong sekali bakalan sengsara (nyari kebohongan lain buat nutupin yang pertama :))
Bener banget, Bang. Dusta yang berturut-turut gitu kali, yah?
Daleeem!
Duh, gue udah berapa kali bohong ya sama mama gue? Gak keitung 😦
Ah..semoga aja udah perubahan itu ada 🙂
Keren bro postingannya 🙂
Semangat-semangat! Buat perubahan ke arah yang lebih baik. Hehe
Wow, bukunya sampai dibakar, pastinya jd nempel bgt ingatan dan nasehat ini ya Lung. Mari kita beramai-ramai jd orang langka he he
Gudlak ngontesnya ya 😉
Iya, Mbak. Sedih sih, tapi jadi pelajaran berharga. Hehe.
Waaa ibunya keren ngajarin jujurnya hihi. Semoga dusta pertama itu jadi dusta terakhir juga ya mas… eh salah bang… 😀
Terimakasih atas partisipasinyaa, sudah kumasukkan yaaa di list peserta. Thanks juga link blogku sudah dipasang, link blog Bang Sulung akan segera kupasang juga. Terimakasih (lagi)…
Sama-sama, Mbak. Pengalaman pertamanya agak beda. Hehe
Wuah, mamanya berhati teguh sekali ya! Prinsipnya juga kuat dalam hal mendidik anak! Bukunya sampe dibakar gitu!! 😯 Padahal kalau dipikir lagi buku itu kan sebenarnya uang hasil jerih payahnya selama ini. Mamanya mau membakarnya demi mengajarkan nilai kejujuran pada anaknya! Salut!! 🙂
Dan benar, nilai kejujuran itu adalah sesuatu yang sangat langka (dan berharga) saat ini. 🙂 Aku juga berusaha untuk bisa selalu menerapkan nilai itu di dalam kehidupanku 🙂
Mudah-mudahan sukses kontesnya…
Iya, Zil. Mama gua itu orangnya keras, makanya kalau mengajarkan sesuatu itu g tanggung2. Hehe
Makasih 🙂
Mari jadikan segalanya lebih baik lagi kawan…
Lapor : Link agan udah saya pasang di sidebar saya.
trima kasih udah bertukar link dengan saya
Salam persahabatan.
Kalo reminder-ku sih satu kalimat ini aja: “Orang lain gak tau kalo aku boong. Tapi Tuhan tau……”
Itu kalimat diajarin sama Mamahku 🙂
Yee, sepakat Mbak *toss
Dalam praktek dan penerapannya, secara hukum tingkat kejujuran seseorang biasanya dinilai dari ketepatan pengakuan atau apa yang dibicarakan seseorang…
Hmmh, maksudnya? *garuk2 kepala
Kunjungan silaturahmi petang hari menjelang magrib sahabat di sini…
memang yang namanya dusta pasti jauh dalam lubuknya akan mengalami hal ‘tidak enak’ karena bahasa hatinya tentunya tidak menginginkan hal itu.
Mari kita belajar untuk jujur sahabat…mulai dari diri sendiri.
Artikel yang bermanfaat sahabat…Terima kasih
Terima kasih sudah berkunjung.
Mari kita sama-sama belajar 🙂
wawww luarbiasa menyentuh hati saya.. Bagus… Jd sedih…
Ehehe, kok sedih Mas?
Kayaknya kunjungan pertama nih ya?
salam kenal ya.. 😀
Udah pernah berkunjung kok, Gan 😀
Cerita yang menyadarkan saya sob…jujur untuk hal terkecil harus bisa dimulai dari sekarang.Cerita yang menginspirasi sobat
Makasih, Mas.
Menyadarkan saya juga waktu kecil. 🙂
Bagus ceritanya! Salam Kenal dari Surabaya!
Salam kenal juga, Mas. 🙂
Hohoho.. I like it..
Saking senengnya baca buku, sampe2 ngambil duit mamanya.. 😀
But yeah, saya juga pernah begitu (ngambil duit ibu)… Tapi kalo sekarang, saya sadar itu gak baik..
Hehe, sama lho. Kalau sama orang tua saja sudah berani, apalagi ngambil duit orang lain kan? 🙂
kisah yang bagus Lung, semoga kita selalu berusaha untuk jujur yaaa.. salam untuk mamanya yaaaa, mama yang hebat.. 🙂
oiya, gudlak ngontesnya dan lagi-lagi kita pun bersaing, hehe
Kayaknya kita berdua banci kontes ya, Mbak? Hihi
memang kita tak boleh dusta, kalau ga mau bohong lebih baik diam
Yup, terkadang diam itu beneran emas. Hehe
gitu juga yang saya sampein ke murid2 saya. dusta pertama bakal nyiptain dusta kedua ketiga dst
Setuju sekali, Mas 🙂
nice
sukses buat kontesnya, semoga menang ya 🙂
Terima kasih banyak, Mbak 🙂
wew.. semoga jujurnya tetap dipertahankan sampai nanti ya.. Gag cuma mengenai uang, 🙂
Tentu saja, Mbak. Kejujuran kan g cuma mengenai uang 🙂
Sip!!
lalu apakah ada dusta berikutnya?
salam kenal sulung… 🙂
Semoga tidak.
Kok salam kenal, Mbak? Kan udah pernah berkunjung dulu? Hehe
salam kenal, semoga menang dan dapet hadiah
Salam kenal juga, terima kasih banyak atas dukungannya 🙂
Mungkin salah satu penyebab muncul banyaknya para koruptor adalah karena mereka tidak mempunyai orang tua sebaik mamanya Mas ini… sehingga mereka suka sekali berdusta… hehe… 🙂
Salam kenal bro 🙂
Wahaha, mungkin saja Mas.
Salam kenal juga 🙂
subhanallah..walaupun aku tak suka bohong, tapi kagum pada mama nya.. pasti mamanya punpsti bangga punya anak yang berusaha memegang kejujuran..salut sob..
salam kenal..
Amin, amin. Semoga kedepannya selalu seperti itu, Mbak.
Salam kenal juga.
Waaahhh.. biarpun uang ortu ttp mencuri ya namanya..
Hehe, begitulah Mbak. Kan tetap ngambilnya tanpa izin.
sebenarnya dulu aku juga sering mendusta, tapi bagiku yang berlalu biarlah berlalu, kejadian masa lalu adalah koreksi bagi masa depan kita, semoga aja ini dusta pertama dan yang terakhir sob.. 🙂
Mari menuju ke masa depan yang lebih baik ya, Sob. 🙂
Sekali kita berbohong pasti kita akan melakukannya terus menerus… jujur jaman sekarang kayaknya sulit yaaaa 😦 meskipun bohong untuk kebaikan juga gak bagus juga 😀
Ada yang bilang kalau berbohong untuk kebaikan itu bohong putih, Mbak. Entah benar atau tidak. Hehe
menyikapi hal seperti ini harus lbh sabar gan
hhe, netral lbh baik, jgn terlalu kritis 😀
kunjungi ane balik yah!
sip-sip. Segera meluncur ke TKP. 🙂
terharuu…
coba semua orang di pemerintahan kayak abang yah :(( (dreamin’)
semoga kita semua selalu dijaga en dilindungi Allah yaa
aminn-aminn
semoga pemerintah kita makin baik ke depannya 🙂
nice post sulung… smg kita sllu bs berbuat jujur ya
yup, kejujuran yang mulai langka Van 🙂
Hal baik memang sangat berat untuk diperjuangkan…..teruslah bersikap jujur dan semoga akang bisa mengikutinya amiiin….salam kenal!
amin, amin. semoga kita senantiasa bisa bersikap jujur.
salam kenal juga, mas. terima kasih sudah berkunjung. 🙂
Apakah semua bukumu terbakar habis, Sob? Tidak ada yang terselamatkan?
Atau memang kau biarkan terbakar habis demi Mamamu?
Pelajaran yang sungguh berharga……
Iya terbakar habis semuanya, tapi cuma buku waktu masa SMP itu aja kok Mas.
Sekarang udah boleh beli buku lagi.
Sosok Mama yg hebat, menancap dalam bahwa jgn pernah berdusta dimana dan kapanpun, setuju 😉 Selamat ya dah menang dikontesnya Una…
terima kasih banyak, mbak
setiap ibu selalu luar biasa 🙂
Ping-balik: Hadiah Pertama « Catatannya Sulung