Siapa bilang jadi guru itu gampang? Saya sendiri masih dalam tahap belajar menjadi seorang pendidik. Program studi yang saya ambil di perguruan tinggi, yakni Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, mau tidak mau menuntut saya mempelajari berbagai teknik dan metode yang tepat untuk diaplikasikan ketika menjadi pendidik nantinya. Untungnya, salah satu mata kuliah memberikan kesempatan kepada setiap mahasiswa mencoba menjajal kemampuan mereka sebelum mereka benar-benar mesti terjun ke masyarakat. Mata kuliah tersebut adalah Praktek Lapangan (PL).
Semester delapan lalu, saya mendapat kesempatan untuk mencoba menerapkan ilmu yang sudah saya peroleh di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Lubuk Basung. Sebuah sekolah yang cukup terpandang di Kabupaten Agam, Sumatra Barat. Banyak pengalaman yang saya dapatkan ketika menjadi guru PL di sekolah tersebut.
Dulunya, saya paling takut ketika mesti PL. Soalnya, senior-senior selalu menceritakan yang aneh-aneh dan menyeramkan tentang PL tersebut. Ada yang bilang kalau saat PL nanti siswa pasti akan mengerjai kita, makanya kita mesti segalak mungkin agar siswa tidak berani macam-macam. Denger hal yang kayak gituan, jelas saya jadi agak merinding. Apalagi badan saya kecil, saya takut nanti malah dikerjai oleh murid-murid saya sendiri. Saya jadi berharap kalau PL itu ditiadakan aja.
Ketakutan saya makin menjadi-jadi ketika tahu saya mesti mengajar di kelas dua IPS dan jatah saya adalah tiga kelas. Waduh, waktu itu saya benar-benar semaput. Tahu sendiri kan anak-anak IPS itu seperti apa? Dari apa yang saya dengar, anak-anak IPS itu susah diatur (Namun, pandangan saya berubah setelah saya mengajar di kelas-kelas IPS. Mereka justru mempunyai jiwa sosial yang lebih tinggi, ramah, dan menghormati saya).
Setelah saya berkenalan dengan guru-guru dan perangkat mengajar lainnya, saya pun dibawa ke salah satu kelas yang akan saya ajar oleh guru pembimbing. Sewaktu saya masuk, semua mata langsung tertuju pada saya (Tsaah). Saya grogi! Ya Tuhan, sudahlah badannya besar-besar, banyak pula yang tampangnya seperti preman! Rasanya mau pingsan saja.
Namun, saya berusaha PD. Saya g mau dong, kesan pertama saya buruk di mata mereka. Sebab, ada yang bilang bahwa kesan pertama itulah yang akan melekat di benak murid. Makanya, jangan sampai gagal di pertemuan pertama. Meskipun masih dalam tahap berkenalan, saya berusaha tampil sekomunikatif dan semenarik mungkin. Bisa dibilang, waktu itu cara saya memperkenalkan diri lebih seperti seorang motivator dibanding guru biasa. Untungnya, kesan pertama tersebut cukup sukses di mata mereka. Maka dimulailah perjuangan saya mengajar.
Awalnya, banyak siswa yang merasa malas ketika saya masuk. Tahulah bagaimana cap pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah-sekolah, MEMBOSANKAN!! Sudahlah banyak ceramah dan teori, tugas banyak, cara mengajar gurunya pun kebanyakan monoton. Tidak heran siswa-siswa kebanyakan emoh-emohan belajar Bahasa Indonesia. Saya sendiri pun mengalaminya ketika sekolah dulu. Ditambah lagi, dari apa yang saya lihat guru pembimbing saya pun sama saja cara mengajarnya seperti yang saya ceritakan di atas.
Akan tetapi, sedari awal sebelum PL saya sudah bertekad ingin menghapus cap MEMBOSANKAN tersebut. Maka saya pun merelakan malam-malam saya untuk membaca banyak buku, menonton banyak video, dan berfikir keras apa teknik yang akan saya terapkan agar siswa tidak merasa bosan ketika belajar dengan saya nantinya. Satu-satunya cara, tentu saja belajar sambil bermain.
Maka kemudian saya mengganti habis-habisan teknik yang biasa diterapkan guru pembimbing saya. Tidak ada lagi ceramah, CBSA (catat buku sampai abis), ataupun teknik-teknik kuno lainnya. Sebelum pelajaran dimulai, saya senantiasa memotivasi siswa. Bisa dengan cara memutar video, bercerita, ataupun mengajak siswa bercanda terlebih dahulu. Pokoknya siswa mesti rileks. Saya pun memperbanyak tersenyum dan berusaha selalu tampak bersemangat ketika mengajar. Sebab, jika gurunya suka cemberut dan malas-malasan dalam mengajar, bagaimana mungkin siswanya bisa menangkap pelajaran dengan baik?
Saya pun tidak pelit memberikan pujian ataupun hadiah-hadiah kecil bagi siswa yang bisa menjawab pertanyaan dengan baik dan yang nilainya tinggi. Syukurlah, siswa-siswa sangat senang dipuji dan menerima hadiah tersebut. Dari sana saya bisa menangkap kalau guru-guru sekarang pelit pujian. Padahal dengan pujian, siswa bisa termotivasi ke arah yang lebih baik.
Saya tidak memungkiri bahwa saya sendiri banyak belajar dari siswa-siswa saya. Terutama belajar tentang nilai-nilai kehidupan. Misalnya, di salah satu kelas ada siswa yang senantiasa tampak mengantuk ketika belajar dan tidur ketika tugas diberikan. Saya pun mencoba mendekatinya dan berbicara dengannya. Ternyata dia setiap malam mesti bergadang. Bukan bergadang untuk hal buruk pastinya. Ia seorang anak yatim piatu sehingga mesti tinggal dengan saudara ibunya. Di sana, ia hanya diberi makan dan tempat tinggal. Untuk jajan sehari-hari, ia bekerja mengangkut batu-bata setiap malam sebab pagi hingga siang hari ia mesti sekolah. Saya yang mendengar hal tersebut menjadi terenyuh. Saya mencoba memahami keadaannya. Lalu saya katakan padanya kalau bisa tidurnya ditahan dulu ketika belajar dengan saya tapi ketika belajar dengan guru lain silakan saja. Haha. Tapi selain hal tersebut, saya juga mencoba mengunjungi rumahnya sesekali agar dia tidak tertinggal dari teman-temannya.
Saya belajar untuk tidak menilai seseorang dari tampangnya. Banyak siswa laki-laki yang dianggap nakal oleh guru pembimbing saya. Namun ketika saya bisa merebut hati mereka, ternyata mereka sangat cerdas. Karangan-karangan mereka sangat indah dan pertanyaan-pertanyaan saya pun senantiasa bisa dijawab dengan baik oleh siswa-siswa yang dianggap nakal tersebut.
Saya juga belajar untuk tidak jaim dengan siswa. Sebab, yang dibutuhkan siswa adalah seorang guru yang sekaligus menjadi sahabat mereka. Maka jangan heran kalau siswa-siswa sering main ke rumah saya hanya sekedar untuk ngobrol. Bahkan siswa-siswa yang laki-laki terkadang main sampai malam hari dan jika tidak saya ingatkan kalau mereka besok mesti sekolah, mungkin mereka tidak mau beranjak pulang. Begitupula dengan siswa-siswa wanita, mereka sering curhat dengan saya. Dari masalah pelajaran, teman, orang tua, hingga pacar.
Saya bersyukur, kehadiran saya diterima dengan baik oleh siswa-siswa saya. Saya masih ingat, ketika saya ulang tahun siswa-siswa saya berebutan mengucapkan selamat. Bahkan ada salah seorang siswi yang datang ke rumah sendirian membawakan kue. Saya ditertawakan teman-teman. Mereka bilang kalau siswi tersebut suka dengan saya. Saya hanya tertawa, bagaimanapun saya tetap tahu batas antara seorang guru dengan muridnya dan saya ingin profesional sebagai guru.
Baru-baru ini, saya main ke sekolah tersebut. Siswa-siswa saya dulu yang sekarang sudah kelas tiga, merasa gembira. Mereka berebutan menyalami saya dan mengajak saya berkeliling sekolah. Di facebook pun, kami masih sering berkomunikasi. Kadang mereka bertanya, “Bang, kapan wisudanya? Biar bisa ngajar kami lagi.” Saya jadi terharu. Terlebih dengan kesan-kesan yang mereka tulis sewaktu praktek mengajar saya berakhir.
“Selama belajar ma Pak Sulung, Pak Sulung tu baik banget. Mudah jika diajak ketawa. Yang pastinya, Pak Sulung itu saBaaaaarrr Banget.”
“Dalam mengajar, bang Sulung orangnya terlalu sabar. Sampai-sampai Yosi ndak tau bantuak bang berang do (g tau seperti apa bang kalau marah). Hehehe, peace.”
“Pak Sulung tu orangnya nyenengin. Berjam-jam pun belajar ma dia g bakal bosen, deh. Soalnya cara mengajarnya santai tapi serius. Cepet-cepet cari pacar, Pak. Jangan kelamaan single.”
“Seru banget kalo lagi ketawa bareng Pak Sulung, coz Pak Sulung tuh orangnya g jutek. Kalau udah g ngajar lagi, jangan lupain kami ya Paak.”
Begitulah, menjadi guru itu susah-susah gampang. Susahnya adalah ketika kita tidak mampu merebut hati siswa. Namun jika kita sudah mendapat tempat di hati mereka, insyaallah kita tidak akan menemui kendala yang berarti ketika mengajar.
* * *
Tulisan ini diikutsertakan dalam Kontes “Anakku Sayang” yang diadakan oleh Rumah Mauna.
emang ga gampang bang,, tapi banyak pahalanya 🙂
Wah, iya juga ya Mel? Soalnya berbagi ilmu. hehe
Wew, pak guru mejeng paling depan he he…
Sepakat Lung, jadi guru/mengajar itu sangat sangat sangat susah menurutku, pernah ngalamin dulu pas ngajar di tempat les 🙂
Gudlak ngontesnya ya 😉
Itulah, Mbak. Banyak kepala, banyak pula tingkah lakunya. Hihi
Terimakasih 🙂
Cieee…
Ceritanya jadi guru favorit nih…
🙂
Banyak yg suka…
Mungkin itulah salah satu faktor makanya kita disukai oleh anak-anak. Kita bisa masuk ke dalam jiwa mereka.
🙂
Sukses GAnya ya…
Uhuhuhuuyyy… Kue spesial ni e….
Hehhe…
Wahahaha, itulah Mbak. Untungnya bisa jadi guru yang menyenangkan bagi mereka. Soal kue spesial itu, malah saya yang jadi salting. Hihi
Ahai..no cment lah.
Scra sma2 ngalamin..
Tpi klo gk dpt Tue..biz PLny dh klar..gagaga
wadduh.. kontesan lagi, hehee.. tapi aku salut ma km Lung.. selamat yah.. sepertinya kamu memang calon guru yang dibutuhkan siswa-siswi diluaran sana.. katanya guru kan pahlawan tanpa jasa..
*terimakasih buat smua guruku dari SD sampai sekarang..
terutama guru bahasa indonesia:
1. Bu Anne, guru bahasa indonesia kelas 2 n 3 SMP, yang pernah marahin (sering malah,hehe,, coz saya suka bandel n ngotot) saya sekaligus bangga karena kata adik kelas saya dia pernah bercerita tentang saya di kelasnya, tentu yang baik2,hee.
2. Pak Efendi, guru bahasa indonesia kelas 1, guru bahasa indonesia yang paling saya favoritkan, coz beliau ngajarnya “BEDA”.. jadi waktu itu saya sempat bikin poster dari guntingan2 gambar.. dan apresiasi beliau sangat berkesan bwt saya
2. Bu iis, guru bahasa indonesia, skaligus pembina osis SMP yang sampai saat ini masih saling kontak lwt fb
3. Bu Dewi, guru bahasa indonesia dan walikelas 2 di SMA, yang sampe pusing menghadapi kenakalan kami
4. Bu Reni, guru bahasa indonesia di kelas 1 SMA yang pernah menampilkan cerpen saya untuk dibaca di depan kelas, judulnya Kado Terakhir Buat Rin,, tapi lupa tu cerpen dmn ya? bukunya dah di loak kali,hehee
5. Bu Titin, guru bahasa indonesia di kelas 3 SMA sekaligus guru pembimbing karya tulis saya waktu itu. (skarang dah jadi kepala sekolah)
Iya, Van. Secara tdk langsung, jstru guru basindo yang berperan banyak dalam pengenalan kita akan berbahasa yang baik dan benar.
saya sih salut sama guru2, hnya saja belum terpikir kalo ntar lulus jg msti guru. Soalnya saya orgnya g bisa diem. Hehe
jadi guru memang susah ya. Karena nggak cuma mengajar, tapi juga harus mendidik, karena murid-murid yang diajarnya kan masih belum ‘dewasa’ gitu, beda sama dosen, hehehe 😀
Btw, inovasi-inovasi untuk membangkitkan semangat murid itu memang perlu banget loh. Kebayang deh, kalo ngajarnya monoton dan membosanka (CBSA misalnya), kan murid-murid jadi bosen banget ya. Ilmu juga belum tentu dapat, hmmm
Yup, Zil. Ah, kalau jadi dosen mah, cukup suruh ini-itu aja. haha
benar-benar enak kalau jadi dosen.
kalau jadi guru, mesti sampai ngerti dulu siswanya.
aduh kalo bisa sih, aku pengen sampe tua deh jadi guru di sekolah tpt aku mengajar skrg ini 🙂 eh td pagi, ada alumni thn 2008 datang ke rumah, trs ngobrol2 bentar. seneng deh dikunjungi sama anak yg udah lulus lama…..
my students, for me theyre more like my sisters, brothers and besties 🙂
Wah, emangnya sudah berapa tahun mengajar Mbak?
Sudah ada alumni yang pernah jadi anak didik, Mbak?
Guru yang kaya mbak ini yang diperlukan, yang bersahabat dg siswanya 🙂
Hoho… apalagi kalo yang diajarin adalah mahasiswa…
Makanya aku mundur 😀
Semoga sukses pada kontesnya ya… 🙂
Terima kasih banyak, Mbak 🙂
Teringat dulu ketika masih SMA ada mhs PL matematika, kebetulan wajahnya agak2 mirip dengan saya, e malah dikira kaka saya. Dan kebetulan saja mhs itu teman tetangga saya, jadi sedikit banyak ada kecocokan omongan dengannya. Lha, itu justru menambah keyakinan teman2 kalau guru PL itu adalah kaka saya. Lucu juga kalau mengingat itu…
Wah, bisa bertukar peran tuh Mas.
wah..
Sukses selalu bwt bang sulung.
Bisa bwt contoh yang baik bwt saya..
Selintas,saya teringat karakter khas Tere Liye..
Sukses selalu buat Bang Sulung..
Terima kasih banyak, De.
waaaaaaahh mau dong jadi muridnya pak Sulung.. kapan ngajar lagi pak, dhe mau kembali jadi siswa SMA.. hahahaha 😀
bagus artikelnya lung, semoga bisa menjadi pencerahan untuk sesama guru.. kalau sebenarnya mengajar itu asyik.. dhe juga ikut lhoo di kontes ini. hahahaha #pamer
Hihi, bersaing secara sehat kita ya Mbak.
haha .
betul tuh .
semangat aja 🙂
salam kenal
http://www.hajarabis.com
Salam kenal juga, Gan. 🙂
Betul,, menjadi guru itu tidak gampang.
Buktinya sy yg sudah menyandang sarjana S1 bidang pendidikan agama sampai saat ini gak pernah ngajar,,, hehe
Wah, g mau coba gitu Mas?
Kalau dulu pas sekolah aku gak terlalu suka di ajar sama guru PKL, apalagi guru PKL yang sok pinter, habis deh jadi ajang ‘adu bakat’ sama temen2 aku yang emang pinter luar biasa (dan kebanyakan guru PKLnya kalah, hehehe)
Tapi lo kayaknya gak gitu ya, dari fotonya akrab banget, kalau aku mah jangankan nge FB, ketemua aja udah males 😛 (padahal aku juga pernah jadi guru, hahaha)
Bener kok, Mbak. Temen satu Pl saya juga ada yang kaya gitu.
saya tak membayangkan bisa jadi guru, butuh kesabaran luar biasa, dan pita suara prima
menjadi penyuluh di SD saja suaraku dalam 5 menit sudah serak
:D
Wah, kalau ngajar anak SD sih saya angkat tangan mbak. Hehe
Wah jadi teringat sama KKN (kuliah kerja nyata) saya waktu di Asahan sumut bUlan 7 dan 8 kemarin ..
KKN sama seperti PL ..
bener bgt jd guru itu gk gampang,
krm jurusan saya clon guru MI .. jd saya kKn ny d MIS .. waah tau ndirilah lung anak2 SD .. kerjaany mw Maen2 aja .. jd mesti agak kerja keras ngajarnya ..
#loh loh koq jd curcol 🙂
kangen bgt sama mereka, blm ad waktu kesana
Selamt jd guru lah ya 🙂
Saya juga kangen jadi guru lagi 😦
kunjungan dan komentar balik ya gan
salam perkenalan dari
http://diketik.wordpress.com
sekalian tukaran link ya…
semoga semuanya sahabat blogger semakin eksis dan berjaya.
Salam kenal juga 🙂
mampir..
http://upidupid.wordpress.com/2011/10/22/kebakaran/
jadi guru itu sebenernya gampang gampang susah karena harus ngerti juga karakter muridnya, makanya guru disebut pahlawan tanpa tanda jasa :3 #eh
Kayaknya kalau sekarang kurang tepat, deh. Soalnya guru sekarang banyak menuntut balasan jasa mereka. 😦
wah asyik kalo semua guru kayak kamu 😛 anak2 jg pada seneng belajar
Wahaha, belajarnya sambil bermain sih ya mbak?
dulu pernah jadi guru ecek-ecek waktu KKN tapi yang diajar anak-anak SD, boleh dikatakan gampang2 susah memberi pelajaran ke anak-anak ya, ada yang nurut ada juga yang cuek. tapi emang kok berkesan banget bisa jadi guru walaupun bentar. 😀
Wahaha, kalau saya entah kuat atau tidak kalau mesti mengajar anak SD 😀
Kalo kita melakukannya atas kesenangan dan keiklasan apapun itu pekerjaannya terasa ringan..
Betul-betul sekali, Mas
hanya bisa tersenyum… memang tidak mudah sahabat… mengajar tak sama dengan mendidik… guru tidak hanya harus lihai dalam bermain media dalam pembelajaran dan cakap dalam berkomunikasi, but there is something “special” that it should be included in teachers’ souls.. Yap..educated..
“Guru itu Digugu lan Ditiru” (pepatah orang jawa: “Guru itu diikuti perkataan dan perbuatannya)
salam,
Yup, makanya gurunya juga mesti banyak belajar.
Salam kenal juga, Mas. 🙂
terima kasih atas partisipasi sahabat. anda sudah tercatat sebagai peserta giveaway pertama rumahmauna “anakku sayang”.
mampu melawan ketakutan dengan menambah wawasan untuk menjadikan anak didik menyukai pelajaran yang dikenal membosankan itu sehingga tak hanya senang mengikuti pelajarannya namun juga bisa berprestasi.
Sama-sama, Mbak. Terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan. 🙂
wah kalau gurunya seperti ini mah saya juga mau hahahaha
Guru yang jarang2 ada ya, Gan? Hehe
betul sekali sulung, siapa bilang jadi guru itu gampang?
pengalaman mu PL mengingatkan sil juga ketika PLP saat semester 7 kemaren…
banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari mereka…
Sepakat-sepakat, Sil. Hehe
Sil pendidikan juga ya?
gampang gampang susah sih jadi guru, apalagi guru komputer… gak jarang di tes ama muridnya… nice post gan… salam kenal
Hm, iya juga tuh Mas. Apalagi kalau siswanya cerdas2. Hehe
wah sulung jadi guru teladan deh.seger deh disini.pesen es jeruk anget dong 😀
hihi, baru belajar kok mbak.
Jeruk anget meja 3 satuuuu
Wah aku terharu bacanya, apalagi pas kesan terakhir dr murid2mu ituuu…
Sepertinya kamu udah sukses banget ngerebut hati mereka, salut !!!!
Jadi inget guruku waktu SMA dlu, huwaaaa….
waduh, makasih mbak.
yang penting memang merebut hati muridnya dulu. hehe
ceritanya inspiratif!mengingatkan saya masa masa ppl dulu!
berarti anak pendidikan jg y, gan ? 🙂
Memang cara2 yang saudara lakukan ini perlu digalakkan bagi semua Guru. Karena murid tidak hanya sebagai siswa tapi juga sebagai sahabat. Salam kenal.
Ping-balik: Guru Atau Murid? | Catatannya Sulung
terharuu banget gan ngebacanya… saya jadii teringat guru favorit saya wktu di SD,. nama nya bpk abdullah,, sering di panggil pak lah, sekarang beliau udah jadi kepala sekolah..